Rabu, 22 Juli 2009

Bom Naudzubillah & Si Cantik Salahiyah

Rabu, 22/07/2009 15:12 WIB
Bom Naudzubillah & Si Cantik Salahiyah
Djoko Suud Sukahar - detikNews

Jakarta - Bom meledak. Sembilan tewas, puluhan luka-luka. Korbannya
memang tidak sebanyak bom Bali. Bom JW Marriot & Ritz-Carlton Jakarta
itu juga tidak menimbulkan histeria massal. Itu karena kita mulai
‘terbiasa’ dengan ‘jebles jedur’ macam ini. Hanya yang tidak habis
pikir, alasan bom itu diledakkan.

Di Palestina pernah tercatat bomber yang mensejarah. Dia perempuan yang
sangat luar biasa. Selain alasan jihad, secara manusiawi ada
rasionalisasi terhadap tindakan harakiri itu. Perbuatan itu, sesadis dan
sebarbar apapun masih menyisakan respek. Tapi bom kali ini?

Nama perempuan istimewa itu adalah Salahiyah. Dia muslimah. Cantik dan
taat beribadah. Dia tinggal di kamp pengungsi di Jalur Gaza. Hidup
miskin dan tertekan tidak membuatnya menyerah. Dia lawan karena yakin
kehidupan indah ada di kehidupan berikutnya.

Anak-anaknya masih kecil. Mereka tidak kolokan. Itu karena sadar di kamp
bukan hanya mereka yang susah. Semua tetangga dan kaumnya juga sama.
Israel yang represif dan ‘berencana’ melakukan genosida membuat bangsa
Palestina harus terus-menerus terlilit bencana.

Salahiyah sangat tegar. Ketegarannya sudah sampai pada tahap nihilis.
Tidak beda hidup dan mati. Tidak berjarak duka atau bahagia. Hatinya
disemaikan taburan syukur. Dan was-was dianggapnya sebagai ujian menuju
kesabaran hakiki, sabar seperti yang dikehendaki Allah.

Salahiyah telah berubah menjadi batu cadas. Angin gurun sedahsyat apa
saja tidak mampu menggoyahnya. Itu akibat harmonisasi keluarga yang
terkoyak. Suami dan anak-anaknya yang kecil berantakan saat bom menyulap
tubuh suaminya jadi serpihan yang tidak bisa dikenali. Di usianya yang
masih muda Salahiyah menjadi janda dengan tiga balita dan tanpa
sanak-saudara.

Di musim kerontang, Salahiyah berjalan menuju wilayah Mesir. Menimba air
bagi anak-anak yang dahaga. Di tengah hujan bom, perempuan ini melintasi
kawasan tandus. Dan demi belahan jiwa dia melupakan nyawanya.

Kalau hari lagi sepi gempuran, sehabis salat subuh Salahiyah mengais
rejeki ke pasar. Jualan kurma, dan hasilnya ditukar dengan makanan buat
sang anak tercinta. Siklus itu rutin. Tanpa kelu dia banting tulang dan
membagi kasih sayang.

Waktu merangkak. Anak lelakinya sudah mulai bisa bermain. Mainan di
‘medan perang’ adalah melempari tentara Israel, memasang bom rakitan,
dan menyusup untuk meledakkan. Dari pagi hingga matahari surut anak-anak
itu menantang maut. Dan jika Isyak belum pulang, itu pertanda anak-anak
itu sudah menghadap Tuhan. Dia mati ditembak tentara.

Batin Salahiyah terpompa itu. Saban hari dan saban waktu. Sebagai ibu
dia tidak tega melihat anak-anaknya bergumul dengan bahaya. Tapi adakah
hanya anaknya yang menantang maut? Bagaimana dengan dirinya? Bagaimana
pula dengan kaumnya yang terus dihujani bom dan tembakan tanpa kenal
musim itu?

Ketika umur anaknya belasan tahun, tahapan lain harus dilalui. Mereka
siap menjadi martir. Memantapkan keimanan untuk menjadi ‘mesin perang’.
Maka saat purnama menerangi gurun dan sang anak yang beranjak remaja itu
bersimpuh, Salahiyah paham. Itu saatnya dia harus melepas buah hatinya
untuk menyumbangkan satu-satunya nyawa yang dia punya.

Sejak itu kabar Karim, anak lelakinya hanya sayup-sayup sampai.
Salahiyah cuma berdoa agar umur anaknya agak panjang. Namun itu hanya
harapan. Saat kamp dibombardir mortir, buah hati yang tersisa tergolek
tak bernyawa. Mereka mati di antara puing-puing reruntuhan. Peristiwa
tragis itu disusul berita kematian Karim yang meledakkan tubuhnya di pos
penjagaan Israel.

Salahiyah tidak menangis. Dia hanya menggigit bibirnya. Air bening
meleleh dari kelopak matanya. Dia kini sendiri. Suami, saudara, dan
anak-anaknya begitu cepat meninggalkan dunia ini. Terpaan itu membuatnya
bergabung dengan gerakan intifadah.

Salahiyah berubah menjadi macan betina. Bom demi bom diledakkan. Dia
ditakuti lawan dan disegani kawan. Salahiyah melakukan jihad fi
sabilillah, insyaallah, atau melampiaskan dendam tidak ada yang menyoal.
Setidaknya, hablum minannas dan hablum minallah terpenuhi. Tapi bom Mega
Kuningan? Naudzubillah hi mindzalik !

* Djoko Suud Sukahar: pemerhati budaya, tinggal di Jakarta.

(iy/iy)

1 komentar:

  1. Playtech launches in-house poker games to boost Australian business
    Playtech 전주 출장안마 is 동두천 출장샵 rolling out 동해 출장샵 a range of online poker games as part of its ongoing US 김포 출장안마 partnership with the 수원 출장마사지 Australian gambling regulator. The

    BalasHapus